Ilma Hidayati Purnomo

Utak-Atik Tema Wordpress Self Hosted

Dengan rasa percaya diri yang tinggi, aku memberanikan diri untuk menggunakan block-based theme. Kita lihat, seberapa kompleks membangun blog dengan tema seperti ini dan apa saja yang harus aku pelajari.

Tentang Block Theme

Jujur, waktu aku pertama kali beli hosting dan domain, sebenernya aku bingung apa aja yang harus dipelajari. Di situ aku sadar, Google gak akan berfungsi apa-apa buat aku kalau aku aja gak tahu apa yang harus dicari. Soalnya, kalau terlalu luas cakupan keyword yang aku masukin ke Google, hasil pencariannya gak sesuai dengan apa yang aku butuhkan. Nah, setelah semakin sering utak-atik blog dan menemukan istilah yang lebih spesifik, barulah hasil pencarian Google bisa membantuku keluar dari masalah.
Salah satunya, mempelajari soal block theme. Aku penasaran sejak nonton video tutorial di Hostinger dan lagi buat tanam link di yolasite (ini contoh yang aku bikin). Kok cantik banget sih blognya dna gampang banget bikinnya. Ternyata, istilahnya itu full site editing.
Jadi, dengan FSE ini aku bisa edit tampilan situsku semudah edit desain di Canva. Tinggal klik tambahkan dan bisa geser-geser objek. Semudah itu!
Karena yakin ini harusnya bakal gampang, saatnya belajar hal teknis soal desain.

Cara Memilih Font Tema

Aku mau belajar cara padu-padan font dulu. Menurut sketchdeck, inilah tipsnya:
1. Pilih fonts yang saling berkomplementer (?). Maksudnya, pilih font yang punya "strong personalities" dikombinasikan dnegan font yang lebih netral untuk menyeimbangkan.
Ini sih emang harus sering main ke situs orang dan ngelakuin inspect element. Caranya gampang, tinggal klik kanan di situsnya, klik Inspect, terus block teks dengan font yang mau dicari, kalau udah highlighted, klik tab computed, cari font family
Contohnya di yolasite aku, tulisannya pakai "Petite Formal Script", "Brush Script MT",  dan cursive.
Setelah nemu ini, malah baru sadar, tema yang aku pakai cuma support 5 jenis font (:
2. Menentukan visual hierarchy. Kayak kalau di koran, tulisan paling gede ada di headline. Semakin lama semakin kecil. Semacam ngatur headings.
3. Sesuaikan konteks. Mana yang perlu lebih ditonjolkan. Kalau tulisan panjang, gak mungkin pakai jenis teks yang sifatnya bold dan ukurannya besar, kan?
4. Lagi butuh kombinasi cepat? Gabungin aja font serifs dan sans serifs.
5. Gunakan kontras. Kayak gabungin dua font yang beda style, ukuran, weight, spacing, dan warnanya.
6. Hati-hati konflik. Kalau sifatnya sama-sama kuat, bisa jadi konflik. Misalnya, satu font bulet-bulet, satunya lagi nampak tinggi ramping.
7. Jangan juga mengombinasikan font yang terlalu mirip.
8. Gunakan font dari family yang sama.
9. Jangan kebanyakan jenis font. Cukup dua atau tiga.
10. Latihan!

Sayangnya, aku belum bisa lihat dampak perubahan font kalau belum ada tulisannya. Ya udah, mau gak mau aku harus buat minimal 5 postingan dulu.

Ganti Tema Lagi

Awalnya aku pakai Raft, tapi karena cuma ada 5 pilihan font, aku coba Block Aarambha. Ternyata bisa ada banyak pilihan! Soalnya, kalau pakai tema ini, bisa customize font secara umum, kayak traditional template. Yes!
Fyuh, beneran deh, kalau di wordpress, install template itu kayak nyobain software baru. Cara mengatur ini dan itunya bisa beda banget. Namun, aku menikmati hal ini. 
Tahap selanjutnya, menentukan komposisi warna situs. Aku pingin yang tampak feminim, bijak, tapi tetep berkesan funky karena punya sense of humor. Biar orang gampang inget sama situs ini. Nyeleneh dikit di tengah keanggunan kayaknya asyik. 

Ya udah gini aja lah. Yang agak nyeleneh di logonya aja. 

Ilma Purnomo (Mama Razin)
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Seattle, Amerika Serikat.

Related Posts

Posting Komentar