Ilma Hidayati Purnomo

How I Survived 2020

Tahun yang ajaib. Aku seperti dibawa terbang naik roket, lalu diterjunkan ke bumi tanpa parasut. Bukan cuma karena pandemi. Tapi... ada banyak peristiwa penting yang terjadi.

Januari 2020. Baru 4 bulan tinggal di tempat asing ini. Gejolak untuk jalan-jalan melihat tempat baru masih tinggi. Ingin rasanya suami tahu betapa aku iri melihat teman-temanku di Instagram Story. Mereka pamer, pergi ke downtown, main ice skating, atau sekedar beli wedang rondhe boba tea.

Merajuklah aku. But, it went wrong. Kami malah bertengkar. Sangat hebat. Suami bilang, aku istri tidak pengertian. Dia baru memulai kuliah tingkat duanya, lagi sibuk-sibuknya, dan aku malah pingin jalan-jalan. Kacau. Aku disuruh beli tiket pesawat pulang. Cuma buat aku dan anakku.

Frustrasi, aku bawa anakku pergi. Naik bus jauh ke neighborhood yang berbahaya. Cuma sekedar untuk belanja dan melepaskan amarah. Pulangnya, justru suami yang merayuku untuk tidak jadi pulang. Ia tak ingin anakku diasuh aku sendirian. Well, setidaknya aku punya luka trauma batin akibat kejadian itu.

Hack number 1: jangan memaksakan kehendak kepada pasangan.

Februari 2020. Tamu bulanan yang aku tunggu-tunggu tidak pernah datang. Hasil pregnancy test menunjukkan positif. What?! Tapi kan aku pakai KB spiral! Panik, mana gak punya asuransi kesehatan.

Tadinya ingin kusembunyikan dari suami. Tapi, dia juga yang berbuat, masa gak mau bertanggung jawab? Mau tahu reaksi pertamanya? Kecewa. Dan mengecewakan. Hatiku seperti jatuh berserakan.

Bukan cuma itu. Bahkan saat aku harus pergi ke klinik, dia tidak mau mengantarku. Aku justru minta tolong teman perempuan sesama orang Indonesia. Ia menjaga anakku selama aku periksa.

Aku sendirian saat bidan menarik KB spiral itu keluar. Juga saat mengurus asuransi kesehatan dari pemerintah. Juga saat belanja ngestok karena ada bau-bau kondisi tidak menentu ke depannya.

Tak sampai satu minggu kemudian, seluruh tempat di muka bumi mengalami lockdown. Tidak bisa keluar rumah, sekalipun untuk belanja. Konsultasi kehamilan? Menjadi keinginan terkahir yang ingin kulakukan.

Terakhir hanya telponan dengan dokter. Lalu klinik itu tidak pernah menelponku lagi. Aku malas menunggu nada sambung hingga puluhan menit. Belum tentu juga bisa datang ke klinik untuk periksa. Paling jatuhnya, konsultasi lewat telpon lagi.

Masa bodohlah gak bisa periksa kehamilan. Orang jaman dulu juga gak pernah ke dokter dan USG. Yang penting, nanti pas saatnya lahiran, aku bisa datang ke emergency room dan ada tenaga medis yang bantuin.

Gara-gara pandemi, suami ngerjain riset ala WFH. Setiap dia ada online meeting, aku diusir dari apartemen. Sebab anak pertama kami yang waktu itu usianya 1,5 tahun sering rewel dan berisik. Sedangkan kami tinggal di apartemen studio, tidak ada kamar bersekat pintu di dalamnya.

Aku hamil dan berkeliaran di lingkungan yang "katanya" ada penyakit mematikan. Kadang aku berpikir, hidup kayak gini masuk akal gak, sih? Mending aku pergi atau bertahan?

Aku pilih bertahan. Ingin tahu sejauh mana aku kuat dan apakah nantinya kondisi bisa berubah. Turns out, ada hal-hal yang mulai berubah. Suami mulai menerima kehamilanku, perilakunya mulai berubah lebih lembut, akhirnya ia mau mengantarku USG di rumah sakit (setelah hampir 3 bulan aku gak pernah periksa), dan dia mengusulkan untuk pindah ke apartemen yang lebih luas.

Hack number 2: try to tough it up and see what happens. (kasih jangka waktu)

Agustus 2020. Janinku divonis mengalami IUGR (Intrauterine Growth Restriction). Perkiraan beratnya hanya 2 kg di usia 37 minggu.

Sat set sat set... tiba lah pada solusi beli mobil untuk mempermudah aku beli makanan hingga aku dibebaskan makan apapun yang biasanya dilarang. Makan es krim, kacang, burger tiap hari. Pokoknya makanan enak dan berkalori tinggi. Sebagai usaha meningkatkan berat badan janin.

Sayangnya, kata dokter gak banyak perpengaruh. Janin itu harus diinduksi keluar maksimal usia 39 minggu atau tanggal 2 Oktober.

27 September 2020. Malam itu, habis ngestok makanan buat nanti selama aku melahirkan di rumah sakit. Kami ingin beli makanan di tempat yang agak jauh. Malam itu kondisi cuaca agak gerimis.

Kami melewati jalan yang agak remang. Di perempatan, kami harus belok kiri. Itu berarti, harus menunggu mobil dari arah berlawanan. Aku yang duduk di kursi penumpang depan, meleng dari pandangan jalan beberapa detik. Brakk... mobil kami ditabrak di sisiku.

Seumur hidup, baru kali ini aku mengalami major accident. Bahkan berusaha keluar dari mobil pun butuh waktu karena pintu di sebelahku agak rusak. Secara fisik, aku tidak apa-apa. Seat belt dan air bags melindungiku dari goncangan. Tapi, bagaimana dengan janin di rahimku yang hampir siap dilahirkan?

Aku dilarikan ke rumah sakit dengan ambulan. Aku takut, tapi tetap tegar. Aku tahu hal terburuknya memang mengeluarkan janin ini secepatnya. Di saat itu, suamiku selalu menenangkan dengan mengatakan, "It's okay. Kamu gak usah mikirin apa-apa." yang berarti banyak hal. Setiap aku nanyain soal kondisi mobil, dia selalu menghindar karena gak mau aku kepikiran.

Suami juga selalu mengingatkan bahwa masih banyak hal yang bisa disyukuri dari kejadian ini. Kami sehat, tidak kekurangan satu apapun. Aku pun berada dalam perawatan tim medis. Sikapnya jadi jauh lebih lunak dibanding saat awal hamil dulu. Ini hal yang paling aku syukuri.

Anakku lahir dua hari kemudian setelah induksi. Persalinan normal yang terasa mudah bagiku. Meskipun beratnya tidak sampai 2.5 kg, kami diperbolehkan pulang keesokan harinya. Perjuanganku belum berakhir. Saatnya mengurus newborn baby, suami, anak 2 tahun, diri sendiri, dan satu unit apartemen tanpa bantuan sanak saudara.

Life Hack supaya tetap waras:

3. Tidak perlu setrika baju. Keluar dari dryer langsung lipat dan simpan di lemari.
4. Cara cuci piring cepat: bersihkan dari sisa makanan yang menempel dengan mengalirkan air panas dari kran. Busakan sabun ke sabut cuci piring. Usapkan sabut ke piring atau alat makan hanya satu arah, dari atas ke bawah atau ke samping. Tidak perlu digosok-gosok berulang-ulang. Yang penting rata kedua sisi. Lakukan ke seluruh cucian piring baru bilas. Jangan silang-silang antara menyabuni dan membilas.
5. Stok ayam ungkep di kulkas. Tulis resep masakan simpel yang bisa dibuat dalam waktu kurang dari 30 menit dan tempel di dapur. Cukup 7 resep.
6. Kerja sama. Libatkan suami dan anak untuk membuat kondisi apartemen "layak" huni. Gak harus bersih-bersih amat.
7. Yakini hal ini: semua badai pasti berlalu.

Semoga curhat life hacks ini masuk kriteria Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog. Gak nyangka, I Survived 2020.




Ilma Purnomo (Mama Razin)
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Seattle, Amerika Serikat.

Related Posts

2 komentar

  1. Ternganga-nganga baca blog posting ini. Begitu banyak kejutannya, sangat tak terduga. I'm happy that you survived 2020. You'll be stronger, grow taller, reach even higher. Stay strong, mamah Ilma.

    BalasHapus
  2. Selalu semangat mah Ilmaaa 🤗😘

    BalasHapus

Posting Komentar