Sepercik api saja kini buatnya luluh
Cabuk yang membara menambah rasa sakit
Kabarkanlah, mati tinggal menunggu waktu
Benci juga sayang, pada manusia
Ketika mereka memeras tiada ampun
Sudah di ubun-ubun, tapi apalah daya
Tak mampu berucap walau inginnya menjerit
Ketika hutan terbakar, segalanya jadi debu
Kembang-kempis napasnya dibungkam asap tebal
Gaung rintihan hewan, tak bisa ia menolong
Sudah rusak semua, tiada sama lagi
Ketika hutan dilalap api...
Oleh: Melly Goes-Slow dan Amiin
Hutan Terbakar, Hanya Hutan Tersiksa?
Tidak. Mari kita lihat dua peristiwa kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) besar di Indonesia.
Juli 1997-Februari 1998
11,7 juta hektar hutan terbakar yang menyebabkan kerugian mencapai 2,7 juta Dolar Amerika. Kabut asapnya saja membuat kerugian sampai hampir 800 juta Dolar Amerika!
Pasalnya, asap kebakaran hutan itu menyebabkan terhambatnya transportasi suplai makanan dan kebutuhan pokok lainnya di Papua. Bukan hanya kerugian material, ratusan orang juga meninggal dunia!
Asap kebakaran hutan juga menggagalkan banyak sekali jadwal penerbangan. Pesawat yang berhasil terbang pun tidak terhindar dari bahaya akibat asap ini. Pesawat Garuda GA 152 dengan rute penerbangan Jakarta-Medan jatuh di Sibolangit dan menewaskan 234 jiwa.
Sepanjang Tahun 2015
2,6 juta hektar hutan terbakar di mana 33% diantaranya adalah lahan gambut. Akibat kebarakan ini, 80% wilayah Indonesia diliputi kabut.
Akibat asap kebakaran hutan, 19 orang meninggal dunia dan 500 ribu orang terjangkit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas). Bukan hanya dari kalangan manusia, jasad orang utan dan ular yang terbakar juga jadi bukti ganasnya kebakaran hutan.
Sudah setuju dengan saya bahwa ketika hutan terbakar, tidak hanya hutan yang tersiksa? Lantas, mengapa hutan bisa terbakar?
Lahan Gambut: Hutan Jenis Spesial
Sebelum membahas alasan hutan terbakar, saya ingin memberi perhatian khusus pada jenis hutan yang spesial ini. Pasalnya, jenis hutan ini sangat mudah terbakar dan apinya sulit dipadamkan sekalinya terbakar akibat ulah manusia.
Apa itu Gambut?
Lahan gambut terbentuk dari timbunan material organik yang tidak terurai secara sempurna. Contohnya, sisa pohon, dedaunan, dan rerumputan. Timbunan ini terus menumpuk ribuan tahun lamanya hingga membuat endapan.
Sifat lahan gambut bisa dianalogikan seperti mangkok berisi spons. Ia bisa menyerap banyak sekali air (hingga 6 kali berat keringnya!) dan menyimpannya.
Tidak aneh jika lahan gambut bisa menjadi tandon air yang bisa diandalkan. Ketika musim penghujan, ia menyerap air sehingga mencegah terjadinya banjir. Ketika musim kemarau, air yang dikandungnya disalurkan ke sumber-sumber air sehingga mencegah kurangnya air bersih.
Peran Penting Lahan Gambut
Selain menjadi tandon air, lahan gambut juga menunjang perekonomian lokal dengan menyediakan kayu dan bahan lainnya yang bisa dijual. Beberapa jenis flora dan fauna tinggal di lahan gambut. Lahan gambut juga menjaga bumi dari perubahan iklim, jika dan hanya jika tidak dialihfungsikan secara serampangan.
Alih Fungsi Lahan Gambut
Atas dasar pembangunan atau kebutuhan industri, pemerintah maupun pabrik melakukan alih fungsi lahan gambut. Karena lahan itu biasanya dipersiapkan menjadi lahan pertanian maupun perumahan, tahapan alih fungsi lahan gambut dimulai dengan pembukaan lahan, yaitu menebangi pohon sampai habis.
Lalu, air yang terkandung dalam tanah dikeluarkan. Caranya dengan menggali tanah hingga terbentuk saluran yang mengalirkan air dari dalam tanah. Inilah proses mengeringkan lahan gambut.
Terakhir, diperlukan proses pengeringan terakhir dengan cara yang paling mudah dan murah, yaitu pembakaran lahan.
Proses alih fungsi lahan gambut ini bisa diibaratkan sebagai confetti bomb. Ketika pepohonan di atas lahan gambut ditebang, emisi karbon terlepas. Saat pengeringan lahan gambut, emisi karbon terlepas lagi. Apalagi ketika lahan gambut dibakar, emisi karbon terlepas lagi ke udara.
via GIPHY Serpihan kertas itu ibarat emisi karbon yang terlepas ke udara
Jadi, proses alih fungsi lahan gambut menghasilkan 3x emisi karbon dibanding hutan biasa. Itu sebabnya, alih fungsi lahan gambut membantu mempercepat perubahan iklim.
Bagaimana Lahan Gambut Bisa Terbakar?
Ketika lahan gambut kering, api kecil, bahkan puntung rokok, bisa memicu kebakaran. Lalu, api bisa menyebar hingga lapisan gambut dalam, yang kedalamannya bisa mencapai 4 meter.
Karakteristik lahan gambut yang berongga membuat api sulit padam. Pasalnya, ketika lahan gambut kering, rongga di dalam tanah menjadi seperti kantong kosong yang bisa menyimpan bara api. Kemudian, api di dalam tanah itu bisa menjalar dan keluar sewaktu-waktu di tempat yang tidak terduga. Sulit untuk mendeteksi ke mana arah apinya.
Itu sebabnya, api di lahan gambut bisa bertahan berbulan-bulan. Belum lagi asap yang dihasilkan sangat pekat dan berbau sangit akibat dari api yang terpendam di dalam tanah.
Apa Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla)?
1. Rusaknya Ekosistem
Hutan yang terbakar otomatis membunuh berbagai jenis flora dan fauna yang hidup di dalamnya. Akibatnya, rantai makanan rusak. Hewan-hewan liar kesulitan mencari makanan di hutan sehingga mereka mendatangi perkampungan demi mengisi perut kosongnya.
Penduduk kampung menganggap hewan liar sebagai hama dan tidak segan membunuhnya. Padahal, bisa saja hewan liar tersebut adalah hewan yang langka seperti harimau. Akhirnya, hilang sudah keanekaragaman hayati.
2. Kabut Asap
Kabut asap yang dihasilkan oleh kebakaran hutan mengandung gas beracun yang mengakibatkan Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) hingga kanker. Kabut asap juga menghambat laju perekonomian karena pemilik toko lebih memilih menutup tokonya demi menjaga kesehatan dirinya. Ditambah lagi anak sekolah akan kehilangan kesempatan belajar karena sekolah diliburkan. Masih banyak lagi dampak lainnya akibat kabut asap.
3. Mempercepat Laju Perubahan Iklim
Anomali cuaca, gagal panen, munculnya penyakit/virus baru, hingga hilangnya dataran pesisir (karena pemanasan global, es di kutub mencair, air laut naik, jadilah dataran pesisir berkurang) adalah sejumlah akibat dari kebakaran hutan.
4. Kerugian Ekonomi Negara
Jelas saja ekonomi negara akan merugi akibat karhutla. Pasalnya, usaha pemadaman kebakaran hutan tidaklah murah. Kita ambil contoh water bombing (usaha pemadaman dengan menerjunkan air dari helikopter). Satu kali perjalanan helikopter untuk pemadaman, di dalamnya termasuk mengambil air lalu menumpahkan di atas hutan yang terbakar, memakan dana sebesar Rp 250 juta! Belum termasuk usaha pengendalian lainnya seperti membuat hujan buatan.
Belum lagi kegiatan perekonomian yang mangkrak akibat kabut asap yang ikut membebani perekonomian negara. Jadi, mau sampai kapan hutan kita terbakar terus?
Salah satu akibat kebakaran hutan dan lahan. Sumber: Canva |
Upaya Pengendalian Karhutla
1. Pencegahan Karhutla
Upaya pencegahan dilakukan dalam bentuk sosialisasi bahaya kebakaran hutan seperti Online Gathering Eco Blogger Squad bertema #BersamaBergerakBerdaya Indonesia Merdeka dari Kebakaran Hutan dan Lahan yang dilaksanakan pada 11 Agustus 2023. Selain itu, karhutla bisa dicegah dengan merevisi peraturan perundangan terutama pemberian izin penggunaan lahan gambut. Kita juga bisa melakukan pengamatan titik rawan kebakaran yang lebih intensif (pantauan satelit di website lapan atau laporan dari lapangan) seperti yang dilakukan oleh Pantau Gambut.
2. Pemadaman
Apabila kebakaran hutan dan lahan telanjur terjadi, berikut ini upaya pengendalian yang bisa dilakukan.
- Pembuatan sekat bakar, yaitu pembuatan jalur yang sengaja dibersihkan dari bahan bakaran di wilayah yang rawan terjadi kebakaran untuk mencegah penyebaran api apabila terjadi kebakaran
- Pemadaman manual, yaitu dengan mobil damkar dan tangki air
- Water bombing
- Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), yaitu penyemaian garam untuk menciptakan awan hujan di atas area yang terbakar. Singkatnya, membuat hujan buatan.
3. Penanganan Pasca Kebakaran
Setelah kebakaran hutan padam, apa yang bisa dilakukan? Harapannya, pemerintah membuat kebijakan restorasi gambut, melakukan restorasi gambut (rewetting, revegetating, revitalization), dan jangan lupa melakukan monitoring.
Bisakah Indonesia Merdeka dari Karhutla?
Optimis, bisa! Namun, masih banyak PR yang harus diselesaikan.
- Rendahnya kesadaran masyarakat akan bahaya penggunaan api di lahan gambut
- Implementasi komitmen dan kebijakan restorasi gambut yang masih belum terkoordinasi dan berkelanjutan
- Tumpang tindihnya status kepemilikan lahan gambut dan izin penggunaannya (berbeda antara peraturan daerah dan peraturan lainnya)
- Kurangnya evaluasi terhadap izin yg udah terbit. Apakah para pemilik lahan melanggar, melakukan penggunaan yang tidak sesuai izin?
- Maraknya pemberian izin penggunaan lahan yang terburu-buru, tanpa kajian lingkungan
- Penegakkan hukum masih belum memiliki efek jera
- Besarnya kebutuhan dana dan komitmen jangka panjang untuk merestorasi gambut
- Belum adanya peta gambut yang detail yang dapat membantu membuat rencana restorasi gambut yang tepat sasaran
- Kurangnya pastisipasi masyarakat dalam menyumbang pengetahuan pengelolaan lahan gambut tradisional dan dalam memantau kelangsungan restorasi di lapangan
Kita Bisa Apa?
Berhubung kita mungkin tinggal di tempat yang jauh dari lahan gambut dan tidak punya kewenangan untuk mengubah peraturan, kita tetap bisa berkontribusi, lho! Cararanya:
- Sebarkan terus awareness tentang pentingnya lahan gambut
- Konsisten menyuarakan isu perlindungan lahan gambut
- Mendorong komitmen pemerintah agar serius dalam pengelolaan dan perlindungan lahan gambut
Salah satu langkahnya adalah dengan melakukan aksi nyata bersama teamupforimpact dengan melakukan hal yang sederhana, mudah dilakukan, dan bisa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Inilah contoh kontribusi nyata kita untuk lingkungan!
#EcoBloggerSquad
Sedih kalau melihat kebakaran hutan yang semakin sering di Indonesia. Memang akibat kemarau panjang, tapi juga ulah oknum manusia yang merusak hutan. Niat ingin menjadikan paru-paru dunia malah menjadi polusi udara. Thx infonya
BalasHapusKebakaran lahan dan hutan ini perkara yang krusial. Belum lama ini juga di wilayah NTT terjadi kebakaran lahan yang cukup luas, karena oknum tertentu. Belum lagi perkara fenomena alam yang juga turut serta menjadi sebab karhutla ini. Semoga pemerintah lebih memperhatikan kasus ini, juga masyarakat lebih sadar akan fenomena karhutla yang juga mengancam keutuhan bumi. ❤️
BalasHapusTernyata kerugiannya bisa sebesar itu ya, yang paling fatal sampai ada yang meninggal. Miris banget sampai alih fungsi lahan gambut yang harusnya jadi bermanfaat justru jadi menimbulkan bannyak kerugian. Nyesek banget rasanya baca quote terakhir hanya sesaat untuk merusaknya :(
BalasHapusPoin 9 bener banget, masyarakat setempat harus banget mengetahui pengelolaan lahan gambut dengan benar dan mungkin hanya segelintir saja yang tau. Mereka bisa menjadi polisi karhutla bila ada oknum yang melakukan karhutla. Semoga awareness masyarakat tentang pentingnya lahan gambut semakin tersebar ya (iidyanie.com)
BalasHapusKerusakan alam seperti kebakaran hutan yang berdampak besar terhadap isi dan sekitarnya sangat merugikan. Semoga dengan meningkatkan awarness dan terus menyuarakan isu perlindungan lahan gambut dan support usaha pemerintah dalam pengelolaan dan perlindungan lahan gambut dapat memulihkan kembali alam raya Indonesia sehat.
BalasHapusMasih ingat banget saya sama peristiwa kebakaran hutan di tahun 2015. .nyesek banget, banyak dedek bayi yang pada kena ISPA dan pada akhirnya harus meninggalkan dunia..
BalasHapusIndonesia, masalah kebakaran hutan gini kaya jadi angin lalu saja ya, tunggu viral dulu baru beraksi
HapusMiris banget sama oknum yang melakukan pembakaran hutan entah sengaja ataupun tidak. Tapi menganggu lingkungan banget.
BalasHapusTerima kasih, Mbak. Dari tulisan ini gambaran tentang lahan gambut menjadi semakin jelas. Ternyata lahan gambut itu terbentuk ribuan tahun, ya, tetapi api bisa menghilangkannya dalam sekejap saja.
BalasHapusYuk, kita terus gaungkan suara, agar pemerintah berkomitmen menjaga hutan dan lahan gambut. Jangan karena uang segelintir orang yang berkepentingan, nasib hutan kita dikorbankan.
BalasHapusSeandainya seluruh warga mau bekerja sama untuk menjaga hutan maka tentu kebakaran hutan bisa diminimalkan ya kak. Hutan terjaga, alam juga terjaga.
BalasHapus