Dua tahun yang lalu, saya sudah pernah menuliskan alasan ingin berhenti blogging. Nyatanya, waktu itu saya tidak benar-benar berhenti, malah saat ini masih tergabung dalam komunitas bloger peduli lingkungan. Beberapa kali juga ikutan challenge ngeblog menulis setiap hari.
Namun, saya semakin mempertanyakan diri. Inikah jalan yang perlu ditempuh? Haruskah saya tetap menjadi bloger atau cukup sampai di sini?
Perjalanan Ngeblog
Setidaknya, sudah dua kali saya ceritakan soal hal ini. Di tulisan tentang tantangan menjadi blogger usia dini dan juga tulisan tentang menjadi blogger merdeka. Intinya, saya mengenal blog sudah lama, kira-kira setengah hidup saya.
Dalam waktu selama itu, saya tidak selalu update berkala. Maklum, kondisi kehidupannya beda-beda. Baru serius ya, 2,5 tahunan ini. Saking seriusnya, saya seperti tenggelam dalam dunia blogging dan mulai menomorduakan tanggung jawab yang sesungguhnya.
Alasan Ingin Berhenti Ngeblog
Kalau teman-teman perhatikan, sepanjang tahun 2023 ini hanya pada bulan September saya tidak posting apapun. Waktu itu saya memang sudah berkomitmen dengan diri sendiri untuk berhenti menulis di blog. Padahal, saya baru saja melakukan road trip. Selama perjalanan pun saya memang menyengaja tidak membuat catatan perjalanan.
Ada perasaan menyesal, karena lupa sama poin penting saat road trip yang bisa dijadikan pelajaran. Biasanya kan saya abadikan dalam tulisan blog. Namun, di sisi lain, ada perasaan lega dan santai. Bisa menikmati perjalanan.
Pikiran saya ternyata jadi lebih terbuka untuk kesempatan apapun. Selain itu, ada beberapa aspek kehidupan yang membaik sejak mengurangi aktivitas ngeblog.
1. Kehidupan sosial
Sejak pandemi dan mulai aktif ngeblog, pikiran saya dipenuhi draft blog. Otak saya tidak lepas dari deadline tulisan ini dan itu. Saat berada di tempat umum pun sama!
Alhasil, ketika pergi ke playground, saya jadi mojok pakai laptop dan HP saja. Pikiran saya melayang ketika datang ke acara perkumpulan orang Indonesia. Rasanya, kata-kata saya sudah habis dituliskan sampai tidak lagi ada yang bisa diucapkan.
Sejak berhenti pada bulan September, saya mulai membuka diri. Mulai berbincang dengan sesama orang tua di playground dan mulai bisa enjoy bertemu banyak orang untuk berbincang.
2. Hubungan dengan keluarga
Sejak berhenti ngeblog, saya lebih bawel. Percayalah, ini justru sesuatu yang positif. Ada lebih banyak hal yang saya pedulikan. Ada lebih banyak hal yang ingin saya komunikasikan.
Sedikit demi sedikit, kini saya lebih konsisten menghubungi orang tua di Indonesia. Kalau dulu cuma sebulan atau bahkan beberapa bulan sekali, kini seminggu bisa lebih dari sekali. Alhamdulillah, dengan hubungan yang membaik, saya mulai bisa berdamai dengan pengalaman kurang baik di masa lalu.
3. Merenungi "kriteria" tulisan
Tulisan yang baik seperti apa? Sumber: Pexels |
Selama ini, saya menulis hampir tanpa filter. Kalau lagi curhat ya, bablas semua diceritakan. Beberapa kali saya tersadar akibat topik pembicaran di komunitas atau ketika berbincang dengan suami bahwa apa yang bisa kita bagikan di dunia maya itu terbatas.
Untuk alasan keamanan, saya tentu tidak akan membagikan informasi sensitif, termasuk ketika anak saya ulang tahun. Ternyata, lebih banyak lagi hal yang tidak se-obvious itu. Intinya, saya harus menghindari berbagi yang berujung too much information (tmi).
Itu juga sebabnya saya mulai rutin melakukan bersih-bersih akun media sosial. Saya ingin hanya informasi terkini saja yang tempampang di sana. Tak perlulah orang baru kenal lalu lihat isi Instagram saya langsung tahu tahun 2015 saya masih suka ngerajut.
Selain itu, semakin ke sini, saya merasa kehilangan orisinalitas. Coba saja bandingkan dengan tulisan di Medium. Alur ceritanya persis sedang bercerita ke teman. Bukan cuma formalitas untuk setoran komunitas, harus pasang keyword ini, harus promosi produk itu, atau syarat-syarat lainnya.
Saya merasa kini proses eksplorasi kreatif menjadi terbatas :')
4. Hubungan dengan suami dan anak
Secara default, suami punya prinsip menghindari paparan promosi. Kalau ada brosur masuk ke kotak surat kami, suami pasti langsung meminta saya membuangnya.
Pasti sudah tahu kan ke mana arah pembicaraan ini? Saya merasa aneh kalau saya menerima job untuk promosi produk di blog. Termasuk kalau lagi blogwalking, rasanya saya lagi menyengaja nonton iklan di televisi. Yang pasti, kalau suami saya tau kegiatan semacam ini, saya pasti kena semprot wkwkwk
Suami lebih ingin saya menggunakan pikiran saya untuk kegiatan yang bisa dilakukan bersamanya dan anak-anak. Seperti memikirkan mau pergi ke mana di akhir pekan, memilih foto di kamera, atau membuat video menggunakan drone.
Baginya, ngeblog itu seperti asyik di dalam dunia sendiri. Ia sudah mengizinkan saya ngeblog, asalkan tugas utama saya tertunaikan. Sayangnya, kalau saya terlalu fokus mengurus blog, lama-lama tanggung jawab saya mulai terabaikan.
Momblogger multitasking. Sumber: shutterstock |
Sebagai ibu dan istri, tugas utama saya melayani suami dan anak. Mengurus rumah tangga di luar negeri tanpa bantuan sanak saudara membuat saya sendiri yang harus turun tangan mengerjakan semua hal.
Harus masak setiap hari. Pasalnya, beli makanan di luar itu mahal, susah cari yang halal, dan belum tentu cocok di lidah.
Urusan mendidik anak tetap dilakukan sendiri seakan-akan anak kami homeschooling. Tidak akan ada pelajaran agama di sekolah karena kami memilih sekolah negeri. Kamilah yang harus mengajarkan secara langsung.
Juga, kami tidak ingin anak kami tertinggal secara pelajaran di sekolah. Alhasil, kami belajar soal kurikulum di sini. Supaya di rumah pun kami bisa ajari sebaik mungkin.
Ini juga kekhawatiran saya. Sumber: shutterstock |
Mau tidak mau saya harus cerita satu hal ini. Saya mulai aktif ngeblog saat si adik usianya sekitar 7 bulan. Sejak saat itu, saya mulai tidak fokus mengajarinya banyak hal.
Alhasil, pada usianya yang kini 3 tahun, kemampuannya banyak tertinggal dibanding kakaknya pada usia yang sama. Wajar, dulu saya menggunakan seluruh waktu untuk mengajarkan si kakak banyak hal.
Yang bikin menyesal, karena si adik cuma taunya main, makan, dan tidur, dia jadi gampang tantrum. Otaknya tidak banyak mendapat stimulasi.
Anaknya juga jadi terlalu iseng. Kalau gak ngerusak barang, ya, masukin mainannya ke lobang alat elektronik di rumah.
Seandainya saja dulu diajari menggambar, mungkin dia lebih memilih mengambil kertas dan spidol lalu membuat gambar ketimbang memasukkan spidol ke lobang speaker.
Saya kecewa dengan diri saya sendiri yang ternyata belum bisa mengemban tugas ibu dengan baik.
Jangankan itu, urusan masak memasak pun sering tertunda. Alhasil banyak bahan makanan terbuang karena lupa dan sudah membusuk.
Alur kehidupan saya jadi banyak terganggu :'(
5. Perawatan diri
Kalau lagi sibuk merawat blog, tidak jarang saya juga lupa merawat diri. Padahal perawatannya tidak aneh-aneh. Sekedar mengoleskan pelembab ke wajah dan badan saja bisa lupa.
Apalagi baru-baru ini saya baru tahu kalau mengalami anemia. Saya jadi mudah lemas dan mengantuk. Pernah juga sampai sakit seluruh otot hanya karena naik sepeda santai.
Kalau sudah begini, rasanya saya memang harus memprioritaskan tenaga dan pikiran saya untuk hal yang benar-benar mendesak saja.
6. Terjebak media sosial
Karena mau cari bahan blogging, tak jarang jadi terjebak scrolling. Kalau malah ketemu sama lomba blog atau workshop menulis, saya jadi rakus pingin ikut semua. FOMO (fear of missing out). Padahal belum tentu semuanya bisa kepegang.
Pada akhirnya, malah jadi tertekan, memaksa bisa mengikuti semua, ujung-ujungnya, ya berantakan.
Kesimpulan
Ternyata saya punya batasan kemampuan. Sekalipun saya sangat menyukai menulis, ngeblog aktif bukan untuk orang seperti saya.
Dengan ini saya ingin mengumumkan akan hiatus ngeblog setelah tugas-tugas bulan November selesai.
Saya akan tetap menyalurkan hobi menulis dalam bentuk lainnya, seperti jurnal harian yang rahasia.
Jadi, untuk sementara, cukup sampai di sini. Sampai jumpa lagi lain waktu ya :)
Plot Twist
Bercandhyaaaa .... Tidak bisa saya berhenti ngeblog dan menulis. Otak saya bisa tumpul, dong :D
Di tengah badai tantangan seperti itu, saya yakin ngeblog tetap bermanfaat dan layak untuk diperjuangkan. Alasannya?
1. Menulis untuk menyimpan memori
Tulisan di blog saya rata-rata isinya soal pengalaman hidup. Saya tidak mungkin bisa mengingat kembali detail perjalanan atau masalah yang saya hadapi kalau tidak pernah saya tulis di blog.
Kenapa harus di blog? Karena saya berharap orang lain bisa membaca dan menarik hikmah dari apa yang saya alami dan tuliskan.
2. Komunitas memberi kekuatan
Pertama kali mulai aktif ngeblog lagi, ya, gara-gara komunitas. Dengan komunitas juga lah saya mulai merasa "tidak kesepian." Akhirnya ada teman ngobrol yang sefrekuensi.
Gara-gara komunitas juga, saya tidak bisa berhenti ngeblog. Gimana lagi, ada aja kan komunitas yang jago meramu tantangan ngeblog yang sangat menarik dan menggairahkan. Tidak bisa saya melewatkannya!
Dari komunitas juga saya belajar, yang dibahas di komunitas ngeblog ya, tidak cuma seputar blog saja. Adaaa saja bahan obrolan yang kalau disimak bisa memperkaya pengetahuan.
Ikut komunitas berarti menambah teman, saudara, menyambung silaturahmi, dan insyaAllah memperpanjang usia.
3. Ngeblog adalah jalan ninja untuk unjuk gigi
Melalui ngeblog, saya bisa membangun portofolio. Maklum, dulu kuliah hampir tidak ada prestasi apa-apa. Namun dari ngeblog, saya belajar mengurus organisasi bahkan pernah berhasil memenangkan lomba ngeblog.
Jujur saja, saya bangga bisa menyematkan profesi bloger dalam biodata saya. Rasa percaya diri saya membaik ketika saya bisa membuahkan karya dalam blog, bisa dibayar atas karya yang saya buat, atau bahkan mendapat apresiasi lebih.
4. Kegiatan untuk melatih manajemen
Adanya kegiatan ngeblog yang memerlukan perhatian cukup banyak sebetulnya menuntut saya untuk lebih bisa memenej waktu dan tenaga. Ada skala prioritas, jadwal, dan segala cara mengatur lainnya supaya semua tanggung jawab saya bisa tertunaikan sebagaimana mestinya.
Nah, yang jadi pertanyaan, seberapa gigih usaha saya untuk memenej semuanya? Itu yang saya belum temukan jawabannya haha
Penutup
Pada akhirnya, ngeblog sudah seperti bagian dari hidup saya. Bisa berkarya dengan modal terbatas tapi menghasilkan tanpa batas. Bukan hanya dalam artian cuan, ya. Lihatlah sekarang, saya tinggal di benua Amerika tapi bisa saling berkunjung ke blog teman-teman di Indonesia atau bahkan di belahan bumi lainnya.
Nah, karena dari hasil analisis di atas ternyata alasan untuk berhenti lebih banyak daripada alasan untuk lanjut, saya berencana untuk libur sementara dari kegiatan ngeblog. Kita lihat 3 bulan, 6, atau setahun kemudian apakah kondisi saya sudah membaik dan memungkinkan untuk aktif nulis di blog lagi.
Sampai jumpa lagi deh, ya!
Izin komen teeh... Fase teteh ini mirip aku 1-2 tahun lalu :) ingin ngerem blogging karena biar bisa fokus sama yang lain. Semoga nanti ketemu balance nya ya teh dan semoga masih suka ngeblog
BalasHapusya ampun kena prank haha x)) semangat terus ya menulisnya.. tulis apa aja, justru jadi tulisan organik kan.. tulisan organik itu tulisan spesial, langka sekarang xD
BalasHapusSempat sedih bacanya eh mbak plot twist akhirnya gak jadi hihi. Menulis media apapun bisa ya tapi ngeblog emang sudah mendarah daging ya kalau gak dilakukan berasa ada yang kurang. Semangat terus mbak saya juga butuh semangat juga deng hehe
BalasHapusMbak, kalau menurutku ya apapun itu yang berlebihan ga baik. Terlalu sering ngeblog ngelupain kewajiban kita bersosialisasi dan hubungan dengan pasangan ya salah. tapi berlebihan trus jadi antipati sama nulis ya juga salah, disesuaikan aja dengan ritme hidup maisng-masing. semua ada waktunya dan berbeda-beda.
BalasHapusKalau sudah nulis di blog, pasti akan balik lagi ya, Mbak. Meskipun jenuh pasti datang, kesibukan lainnya juga banyak. Pastinya blog jarang diperhatikan, tapi kalau pas senggang, bisa deh.
BalasHapusDan ya, kembali ke pribadi masing-masing juga ya. Menyesuaikan diri dg tanggung jawab utamanya apa. Sama ngeblog itu bikin happy apa bikin ousing. Kalau kebanyakan deadline saya juga pusing. Hahaha
kalau saya malah nggak pengen berhenti ngeblog hehe. tapi memang kalau saya nggak sanggup tuh ngeblog harus tiap hari paling seminggu 1-2 kali aja nulisnya kecuali ada job. trus memang ada juga masanya nggak pengen ngeblog karena pengen sendiri tapi paling cuma beberapa minggu malasnya
BalasHapusBagian merenungi kriteria tulisan ini agak jadi beban pikiran sih. Kriteria yang dimaksud ini kriteria dari siapa gitu kan ya.
BalasHapusKalau misalkan kita ngeblog sebagai sumber penghasilan. mungkin kita butuh kriteria dari klien ya.
Tapi, kalau ngeblog hanya sebagai ajang merefresh diri kayaknya nggak yang terlalu gimana-gimana ya kriteria nya.
Mungkin alasan berhenti ngeblog lebih ke kehidupan pribadi sih. kayak nggak punya waktu buat diri sendiri karena sibuk ngeblog misalnya.