Ilma Hidayati Purnomo

Deretan Kriteria Nama Anak

Waktu tahu hamil tahun 2017, aku baru disadarkan kenyataan kalau nyari nama anak itu gak semudah menamai boneka. Aku masih inget, waktu kecil aku namai dua boneka koalaku dengan nama Kelen dan Helen. Sekarang anak-anakku juga menamai boneka panda mereka dengan nama Pandi Mandi dan boneka beruang mini mereka dinamai Baby DD. Di sisi lain, nama anak haruslah lolos melewati daftar panjang kriteria nama.

1. Sesuai Jenis Kelamin

"Inspirasi nama anak laki-laki dalam bahasa Arab" adalah salah satu kalimat pencarian yang aku ketik di Google. Harus ada kata "laki-laki" di sana. Aku gak mau nama anakku cenderung ke jenis kelamin perempuan atau unisex. Pasalnya, aku belajar dari pengalaman Mamaku yang bernama Fajriatus dan beberapa kali tertulis jenis kelamin laki-laki di daftar presensi atau dokumen lainnya.

2. Terdiri dari Tiga Kata

Harus ada first name, middle name, dan last name. Alasannya, biar standar aja. Aku juga belajar dari pengalaman orang tuaku yang namanya hanya dua kata lalu terpaksa menambahkan nama bapak masing-masing sebagai last name untuk keperluan mendaftar haji.

3. Nama Panggilan Adalah Nama Depan

Intuitif aja. Biasanya nama panggilan yang bukan nama depan itu bikin bingung, kan? Kayak adikku, namanya Tamamal Afiah. Di rumah dipanggilnya Afi. Di sekolah dipanggilnya Tama. Pernah aku nyari adikku ke temen sekelasnya. Mereka bingung siapa itu Afi wkwk.

4. Nama Pertama Terdiri dari Dua Suku Kata

Masih berhubungan sama poin sebelumnya, nama pertama haruslan menjadi nama panggilan yang "mudah" untuk dipanggil. Misalnya suamiku, namanya terdiri dari tiga suku kata: Da-ni-ar. Alhasil, dia lebih milih dipanggil "Dan". Aku ingin menghindari hal semacam itu.

5. Bukan Nama Pasaran

Ini filosofi kami aja, sih. Aku dan suami sepakat pingin ngasih nama yang beda, unik, dan jarang dipakai tetapi ejaan dan pengucapannya mudah. Bahkan, salah satu cara yang kami pakai untuk mengecek keunikan nama anak kami adalah mengecek username Gmail. Kalau belum dipakai, berarti nama anak kami sudah cukup unik!

6. Bukan Nama dalam Daftar Hitam

Sejak masa sekolah, aku sudah membuat daftar hitam nama yang tidak akan aku gunakan untuk menamai anak. Nama-nama itu aku dapatkan dari nama teman atau orang yang aku kenal. Alasannya beragam, mulai dari nama pasaran hingga nama teman yang aku benci wkwkwk.

Selain daftar hitam yang aku buat sendiri, kami juga menghindari nama dalam daftar hitam imigrasi US. Alasannya, suami memang akan studi di US. Tentu akan sangat merepotkan kalau visa anak kami dipersulit gara-gara mengandung nama yang dianggap US sebagai "nama teroris".

7. Mengandung Tiga Unsur

Aku dan suami merumuskan nama anak yang mengandung unsur Indonesia, Islam, dan pengetahuan. Unsur Islami yang kami masukkan tidak melulu istilah Arab atau dari Al-Quran, bisa saja nama ilmuwan besar Muslim.

8. Maksimal Total Huruf

Kami membatasi maksimal total huruf 20 saja. Yang aku bayangkan, biar gak susah kalau lagi ngisi lembar jawaban ujian.

9. Mudah Dieja dan Diucapkan

Rencana awalnya, nama anak-anak kami bisa diucapkan dengan mudah oleh orang Indonesia maupun orang Amerika. Salah satunya, harus bebas dari huruf yang agak ribet diucapkan oleh orang Indonesia seperti q, v, dan x; atau gabungan huruf seperti sc, sy, dan sh. Walaupun pada akhirnya ...

Nama Anak Pertama

Setelah beres dengan pencarian nama di Google berbulan-bulan serta sejumlah sesi diskusi dan debat, akhirnya kami sepakat pada sepaket nama panjang. Kami mengambil nama ilmuwan muslim Ibnu Sina dalam ejaan latinnya (Avicenna). Lalu, kata lainnya adalah Axioma yang berarti pernyataan yang dapat diterima sebagai kebenaran tanpa pembuktian (ejaannya memang tidak sesuai dengan KBBI maupun dalam bahasa Inggris). Juga, sebuah nama depan.

Ajaibnya, seminggu sebelum anakku lahir, suamiku seperti mendapat ilham dari buku belajar Bahasa Arab punyaku. Di sana tertulis "Abu Razin" sebagai penulis buku.

"Nama depannya ganti Razin aja!"

Waktu kutanya kenapa diganti, suamiku bilang, kalau guru bahasa Arab aja menamai anaknya dengan nama "Razin", berarti artinya bagus. Terek dung cess ....

Sejujurnya sampai sekarang aku gak benar-benar tahu arti "Razin" itu apa. Belum lagi nama anak kami akhirnya menggunakan huruf yang sulit diucapkan oleh orang Indonesia, apalagi orang Jawa.

Betul saja, waktu melakukan aqiqah anak kami, ada kejadian lucu. Karena waktu itu aku tinggal di rumah mertua (di Jawa Timur), gelaran aqiqah juga dilaksanakan di sana. Saat melaksanakan selametan dan berdoa, sesepuh akan membacakan nama bayi yang diaqiqahkan. Karena nama anakku tidak mudah diucapkan lidah orang Jawa, terpaksa nama anak kami ditulis sesuai pronunciation-nya.

Axioma jadi "Aksioma" sedangkan Avicenna jadi "Afiséna" 😝

Nama Anak Kedua

Berhubung anak kedua lahir di sini, kami lebih memprioritaskan nama yang mudah diucapkan oleh orang Amerika. Gara-garanya, kami belajar dari pengalaman anak pertama yang sering dipanggil "Reizen" sama perawat di rumah sakit sini.

Suami kembali mengambil nama ilmuwan muslim Ibnu Rusydi dalam ejaan latinnya (Averroes). Lalu memilih nama pertama Zayn. Alasannya, bunyinya mirip dengan nama kakaknya. Sampai sekarang pun, kalau aku manggil kedua anak cukup bilang "Zin Zain" wkwkwk. 

Belakangan aku baru sadar betapa populer nama Zayn. Hampir setiap kenalan sama orang Indonesia, mereka bakal bilang, "Oh, kayak nama anak saya," atau "Oh, kayak nama anaknya saudara saya." Syukurnya belum ada yang bilang sama kayak nama kucingnya.

Setelah anakku lahir, suamiku berinisiatif meminta perawat yang membantu persalinan untuk menuliskan semua nama dokter yang menanganiku bersalin. Saat itu ada sekitar tiga dokter perempuan. Suami lalu memilih salah satu nama dokter-dokter itu yang cenderung unisex: Earhart or something gitulah aku lupa.

Besoknya, aku kan sendirian di rumah sakit. Suami sama anak pertama kami yang usianya masih dua tahun lagi nginep di rumah temen kami selama aku proses melahirkan. Tau-tau ada telpon ke kamar inap. Ternyata dari petugas rumah sakit yang tugasnya mendaftarkan kelahiran anak ke kantor sipil di sini. Aku kasih aja nama yang terakhir suami bilang. Mana tiap nyebutin nama (aku, suami, dan si bayi) harus aku eja perhuruf biar gak salah ketik.

Beres telfon, aku lapor ke suami kalau udah ngasih tau nama anak kami buat di akte. Lah, dia malah bilang, nama tengah anaknya yang kita sepakati dulu aja. Tolong diganti!

Jadilah aku panggil nurse buat nanya nomor petugas yang ngedaftarin akte. Mana pas aku telpon gak ada yang angkat. Aku panggil lagi perawat buat telponin petugas itu. Syukurlah petugasnya nelpon balik hampir jam 5 sore. Udah deg-degan takut keburu pulang petugasnya wkwkwk

Kesimpulan

Kegiatan merumuskan nama anak ternyata bisa serumit merumuskan undang-undang. Dibutuhkan waktu berbulan-bulan untuk riset dengan Mbah Google. Belum lagi harus lolos sejumlah kriteria walaupun akhirnya gak semua kriteria terpenuhi. Kalau buat Mamah, kriteria apa yang wajib dipenuhi buat nama anak?

Ah, akhirnya bisa setor Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog lagi setelah sekian lama sekip 😁



Ilma Purnomo (Mama Razin)
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Seattle, Amerika Serikat.

Related Posts

2 komentar

  1. Wah lengkap nih Ilma panduan ngasih nama anak.

    BalasHapus
  2. Ehehe lucu Teh Ilma tulisannya. Coba bikin buku gini Teh, lalu sekalian diberikan contoh-contoh namanya sebanyak 1000. Aku prediksi bakal laku keras, Teh Ilma. Lanjutkan 😅😍👍

    BalasHapus

Posting Komentar