Ilma Hidayati Purnomo

Menonaktifkan Thread

Mulanya coba-coba, akhirnya terjebak masalah 😩

Awal Mula

Sekitar empat bulan lalu aku mulai terganggu dengan munculnya suggested thread posts di beranda Instagramku. Selama ini, aku selalu mengabaikannya. Kali ini, aku tergoda untuk membuat akun Thread.

Pertama kali membuka sosial media ini, aku pikir ini sama saja dengan Twitter X yang sudah kutinggalkan. Isinya palingan tulisan pendek dan random punya orang-orang yang aku follow. Karena aku bingung gimana cara pakai Thread, kutanyalah suami.

Dia pinjam HP-ku dan langsung search sebuah akun. Lalu dia scroll sampai bawah.

"Nih, baca aja," katanya sambil mengembalikan HP-ku.

Di layar, berderet Thread dari akun @vivikosasih. Lah, ternyata ceritanya seru! Salah satu yang berkesan itu, cerita ibu-ibu paruh baya yang masih menyimpan cinta pertamanya (padahal udah nikah sama orang lain). Ternyata, cinta pertamanya itu (bapak-bapak paruh baya juga), juga masih seneng sama si ibu. Wkwkwk. Udah kayak cerita FTV.

Ceritanya ditulis dalam Thread panjang. Kadang aku harus cari di "reply" yang mana lanjutan ceritanya. Belum lagi ceritanya ditulis dalam belasan part. Satu part, isinya juga belasan Thread. Aduh, pusing. Tapi, nagih!

Ada lah sekitar seminggu aku jadi bacain Thread akun tersebut sampai gak ada cerita terbaru. Aku akhirnya mulai memutuskan untuk eksplorasi ini homepage. Mulanya aku bingung, mereka ini siapa? Kok orang yang aku gak kenal semua?

Aku cek akun pribadi. Udah ada follower sama following otomatis dari Instagram. Anehnya, di homepage hampir gak ada yang aku kenal. Jadilah aku mulai bereksperimen.

Eksperimen Pertama: Menulis yang Aneh-Aneh

Karena asumsiku Thread orang yang aku follow tidak otomatis muncul di homepage-ku, berarti berlaku hal sebaliknya. Iseng-iseng lah aku nulis Thread tentang tips badan tidak bau meskipun tidak mandi tiga hari. Waktu itu, topik badan bau lagi nge-trend gara-gara menantu presiden. Aku tulis Thread itu dengan gaya kocak.

Setelah sehari aku tulis, gak ada yang komen atau ngelike padahal itu first thread. Aku gak cek juga berapa view-nya. Tau-tau suamiku ngomong pas dia lagi liat Thread.

"Kamu tuh ngapain nulis ginian? Gak guna. Cuma mempermalukan diri sendiri. Kamu tuh bukan komedian!"

Deg. Salah lagi.

"Mending kamu tulis tentang pengalaman daftar sekolah," sambungnya.
"Lah, gituan mah udah aku tulis di blog. Bisa nulis panjang lebar. Ya kali nulisnya di Thread."

Eskperimen Kedua: Mulai dapat Komentar dari Orang Asing

Thread bau badan tadi akhirnya kuhapus. Aku ganti dengan tulisan motivasional yang penuh dengan aura positif. Mulai ada satu, dua, tiga likes ... dari orang yang semuanya gak aku kenal.

Baiklah, aku akhirnya nulis ini:

Wow, aku gak percaya dengan banyaknya jumlah likes dan comment. Aku mulai paham dengan cara kerja Thread. Tulisan yang aku post memang tidak akan menjangkau follower-ku, tetapi menjangkau orang-orang yang "tertarik" dengan postingan-ku. Tertarik di sini maksudnya, secara algoritma, orang-orang ini sering berinteraksi dengan postingan yang sejenis dengan yang aku tulis.

Menariknya lagi, dari Thread ini aku betulan menjalin hubungan erat dengan Shofi (yang nulis komen di atas). Kami saling mendukung dalam belajar Bahasa Arab dan Inggris :D

Karena pengalaman positif ini, aku mulai lebih aktif menulis di Thread.

Eksperimen 3: Puncak Viral

Suatu hari di bulan Oktober, tiba-tiba dapat email menginformasikan bahwa aku termasuk first users yang diundang untuk join Friendster. Aku excited! Gak nyangka kalau Friendster bakal hidup lagi. Segeralah aku buat postingan di Thread.

Gila! Viewnya puluhan ribu. Likes sama comments-nya masing-masing 300. Ini pengalaman pertama kali, di media sosial apapun, tulisanku bisa begitu banyak mendapat interaksi. I love Thread. Aku bisa nulis apa aja dan bisa dapat tanggapan dari siapa aja. Kerenn.

Oh ya, aku lupa kalau tanggapan orang bisa positif, bisa juga negatif.

Tersandung Masalah 1: Pengalaman Pertama Kena Hujat

Hubunganku dengan Thread semakin positif dengan banyaknya hal positif yang muncul di beranda, mulai dari tentang belajar Bahasa Asing hingga informasi kurikulum dan modul belajar untuk anak. Waktu itu, aku pikir aku akan lebih betah "nongkrong" di Thread.

Sayangnya, gosip-gosip mulai bermunculan. Salah klik postingan sekali aja udah mengubah algoritmanya. Belum lagi aku mulai berkomentar di postingan orang Indonesia yang tinggal di luar negeri. Mulai deh, isi berandaku dipenuhi keluhan, perbandingan, ajang pamer dari para "ekspat" ini.

Lelah melihat berandaku yang mulai negatif + PMS, aku membuat kesalahan besar dengan menulis Thread ini:


Seorang laki-laki berkomentar begitu pedas soal hal ini, menghakimi aku "bodoh" karena mengatakan syirik para ulama yang mengharamkan KB. Karena kesal, aku telusuri si orang ini. Di akun Thread-nya terpajang "Doctorate Candidate of University XXX in Japan".

Darahku mendidih.

"Eh buseeeet. Bangga amet lu bisa kuliah S3 di Jepang. Suami gue yang udah lulus S3 di luar negeri aja GAK PERLU PAKAI PAJANG-PAJANG GITUAN DI BIO MEDSOS APALAGI NGAJAK BERANTEM ORANG LAIN DI MEDSOS!"

Tersandung Masalah 2: Sampai Harus Klarifikasi

Aku muak. Kutumpahkan kekesalanku dalam satu Thread yang bahkan, tiap kalimatnya tidak ada hubungannya satu sama lain, lalu kuaduk jadi satu paragraf.

Tau apa yang terjadi? Semakin banyak hujatan yang kudapat. Aku masih kesal, jadi aku asal screenshot salah satu komentarnya, di-post di story Instagram sambil menambahkan kalimat "entah kenapa Thread-ku jadi salty gini."

Tau apa yang lebih gila? Salah satu orang yang komentarnya aku screenshot sampai nge-DM aku dan lanjutin ke salty-annya padahal kami gak saling follow. Aaaakkkk!

Penasaranlah aku dengan orang tersebut. Kubuka profilnya. Mataku terbelalak melihat mutual follow-nya. 

"Bentar, ini kok mutual-nya temen-temen suamiku semua? Mampus."

Dengan segala kerendahan hati dan penyesalan luar biasa, aku membalas DM-nya, "Kamu temennya Daniar?"

Yes .... Betul.

Malu banget.

Hah! Terpaksa aku menulis klarifikasi di blog. Payah kan, gara-gara sebuah paragraf di Thread, aku jadi harus buat tulisan klarifikasi yang panjang di blog. Kukasih sekalian link blog-ku ke mereka yang ngehujat, berharap mereka BERANI berkomentar di tulisanku yang udah aku tulis super lengkap.

Nyatanya? Gak ada yang berani komentar.

Tersandung Masalah 3: Mengakhiri Drama Thread

"Kamu jangan nulis aneh-aneh di media sosial," perintah suamiku.

Heh, emangnya aku bakal nulis apa? Udah jarang update juga di medsos.

Beberapa hari berlalu, aku tiba-tiba kepikiran pingin join subscription Duolingo Family. Iseng aja aku tulis di Thread. Taunya muncul di beranda suami.

"Kamu nulis ini biar apa? Terus kalau beneran ada yang ngajakin kamu masuk ke subscription bareng ternyata nipu gimana?"

He's right. Aku memang belum bijak menggunakan media sosial. Aku memang belum cukup dewasa. Daripada ada drama lagi, kusudahi saja lah.


Penutup

Aku sadar, kemampuanku dalam berinteraksi dengan orang lain memang rendah. Emosiku masih suka labil. Pemikiranku masih suka negatif. Daripada aku cuma nambahin dosa buat diri sendiri dan orang lain, lebih baik aku mengundurkan diri saja.

Aku lebih suka menulis panjang lebar di blog yang kemungkinannya jarang dibaca orang lain.

"Don't talk to strangers" adalah nasihat yang masih relevan sampai sekarang. Baik di dunia nyata, maupun di dunia maya, orang yang tidak aku kenal, tetaplah orang asing, yang harus aku hindari dari berinteraksi. 
Ilma Purnomo (Mama Razin)
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Seattle, Amerika Serikat.

Related Posts

Posting Komentar