Soal tulis-menulis pun sama. Saya bisa menulis aksara Arab tapi sebatas itu saja. Saya tidak bisa menulis kalimat-kalimat Bahasa Arab yang saya pikirkan sendiri. Bahkan, saya belum tentu bisa menuliskan ayat Al-Quran yang didiktekan orang lain.
Kegiatan belajar Bahasa Arab bukan hal yang baru bagi saya. Sudah sepuluh tahun terakhir, saya mengikuti beberapa kelas daring dari berbagai lembaga. Saya juga pernah belajar Bahasa Arab di pesantren yang saya ikuti selama setahun saat saya duduk di bangku kuliah. Namun, pelajaran yang saya dapat dari kelas-kelas itu sebatas pengetahuan pola tata bahasa. Saya belum bisa mengaplikasikan pemahaman saya atas pola tata bahasa itu.
Tujuan awal saya belajar Bahasa Arab supaya lebih bisa menghayati kegiatan tilawah Al-Quran. Jujur, saya merasa kesulitan untuk menikmati kegiatan membaca Al-Quran karena saya hanya bisa membunyikan huruf-hurufnya dan membaca terjemahannya yang terkadang sulit dipahami. Kata-kata terjemahan Bahasa Indonesia terasa hambar sedangkan kata-kata terjemahan Bahasa Inggris terlalu sulit dipahami.
Biasanya saya baru bisa meresapi ayat Al-Quran setelah menyimak penjelasan penceramah di acara kajian. Nah, ada hal penting yang saya simak dari cara penceramah menyampaikan pembahasan mengenai ayat Al-Quran. Biasanya dimulai dengan menyebutkan asal kata dalam ayat tersebut. Lalu, penceramah menyebutkan bagaimana kata itu berubah dan apa maknanya.
Tidak jarang penceramah juga menyebutkan fakta mengejutkan dari kata dalam ayat tersebut. Contohnya, terjemahan Bahasa Indonesia dari kata tersebut ternyata kurang sesuai atau sulit dipahami maknanya seperti pada Surat Al-Baqarah ayat 138. Di sana tertulis "sibgah Allah." Ternyata arti dari kata صِبْغَةَ adalah celupan. Celupan (sibgah) ini ternyata suatu ungkapan yang maknanya adalah agama. Agama diibaratkan celupan warna yang bisa mewarnai hati.
Sumber: quran.nu.or.id |
Makna tersirat ini yang membuat saya tertarik memahami Al-Quran. Saya yakin, masih banyak hal-hal luar biasa yang bisa dipelajari dari Al-Quran apabila saya memahami bahasanya. Itu sebabnya, kemampuan baca dan tulis yang komprehensif memang perlu saya miliki.
Saya membulatkan tekad untuk benar-benar belajar Bahasa Arab dengan giat. Suatu hari, di bulan September 2024, saya menulis sebuah utas dalam aplikasi Thread. Saya menuliskan hobi apa saja yang ingin saya dalami dengan serius, salah satunya belajar bahasa asing (saat ini Bahasa Arab). Tak disangka, puluhan akun memberi komentar.
Satu komentar yang paling menarik perhatian saya adalah komentar dari akun @shofiatulmarwah. Dia menuliskan ajakan untuk belajar Bahasa Arab bersamanya. Ia mengaku lulusan sarjana Sastra Arab. Lalu, ia juga menambahkan bahwa ia ingin belajar Bahasa Inggris.
Saya tidak kenal siapa pemilik akun tersebut. Ajaibnya, saya tidak menaruh curiga. Saya pikir justru ini adalah kesempatan emas untuk menjalin hubungan saling menguntungkan dalam menuntut ilmu. Ia bisa mengajari saya Bahasa Arab dan saya bisa mengajarinya Bahasa Inggris. Saya coba hubungi langsung ke pesan pribadi di Instagram untuk mengajaknya belajar bersama melalui video call. Ternyata, ajakan saya ditanggapi serius.
Alhamdulillah, sudah hampir lima bulan kami intens saling berkomunikasi dan saling belajar. Ia mengajari saya kitab tata bahasa dan saya mengajarinya grammar. Walaupun perbedaan zona waktu sering membuat kami bingung mencari waktu yang pas untuk video call, kami tetap berusaha saling menjawab pesan tentang pertanyaan kebahasaan.
Dari kegiatan saling mengajari itu, Shofi menjelaskan dengan lebih detail pola tata Bahasa Arab yang dulu pernah saya pelajari. Sekarang, saya mulai bisa memahami konsepnya. Hal ini terbukti dengan nilai mumtaz murtafi (sempurna dan tercepat) dalam kelas Bahasa Arab daring yang sekarang saya ikuti.
Bertambahnya guru privat berkedok teman cukup membantu saya mencapai tujuan untuk menguasai kemampuan baca dan tulis. Namun, saya masih merasa ada yang kurang. Akhirnya, saya mencoba aplikasi Duolingo. Dengan teknik microlearning (pemberian materi sedikit demi sedikit) dan pengulangan yang rutin, kosa kata saya bertambah. Ternyata, saya masih miskin perbendaharaan kata Bahasa Arab.
Untuk mengatasi masalah kurangnya kosa kata saya, suami menyarankan saya menghapalkan Al-Quran juz ke-30 sambil menghapalkan arti perkatanya. Sarannya saya ikuti dengan perlahan sampai-sampai terlalu pelan karena terus saya tunda-tunda. Pasalnya, saat ini saya masih membantu suami menulis petisi green card, menyiapkan dokumen pajak, juga mencari apartemen baru.
Pada bulan Ramadan nanti, saya bertekad akan menyelesaikan hapalan setidaknya 30 surat di juz 30 beserta arti perkatanya. Saya akan mengesampingkan segala distraksi yang mungkin menggagalkan tujuan saya. Mudah-mudahan saat sudah hapal lebih banyak kosa kata, saya bisa mulai belajar mengaplikasikan tata bahasa yang sudah saya pelajari. Semoga saja, pada saat itu, saya mulai bisa membaca dan menulis dalam Bahasa Arab!
Posting Komentar
Posting Komentar