Jumat, 24 Januari 2025. Begitu anak pertamaku turun dari bus sekolah, aku dengar dia batuk.
"Yeuuuh. Es terooos! Temen kamu siapa yang sakit?"
Dia menyebutkan satu nama temannya yang katanya hari itu menggunakan masker di sekolah.
Aku kira, sakitnya anakku hanya akan mengganggu di akhir pekan itu saja, seperti biasanya. Ternyata, kejadian ini layak dideklarasikan sebagai KLB (kejadian luar biasa)!
Sakit Kompakan, Rutinitas Berantakan
![]() |
Rutinitas belajar harian sebelum |
Hari Sabtu, 25 Januari 2025, kami justru sangat sibuk. Sejak pagi kami sudah meninggalkan apartemen. Suamiku membantu temannya mengangkat perabot rumah karena sedang pindahan. Siangnya, kami menghadiri kajian di masjid. Sorenya, anak pertamaku menghadiri perayaan ulang tahun temannya.
Tanda-tanda sakit baru muncul hari Minggu. Suhu tubuh anak pertamaku mulai naik. Namun, waktu itu kami masih santai. Kami masih sempat keluar buat belanja daging halal dan main ke taman.
Hari Senin pagi, suhu tubuh anak pertamaku mencapai 39°C. Aku segera mengirim surel ke gurunya untuk menginformasikan ketidakhadiran anakku. Lah, ternyata hari itu memang libur, ada kegiatan khusus guru. Hampir saja aku mengirim anakku ke sekolah seandainya dia tidak sakit. Aku lupa kalau libur.
Hari menjelang siang, badan anak keduaku mulai panas. Aku minta semua anakku tidur siang karena aku juga pingin rebahan. Oh, badanku mulai terasa meriang. Bangun dari tidur, suhu tubuhku sepanas anak pertamaku, kepalaku seperti dipukul palu, dan badanku pegal seperti habis ultra marathon.
Sejak hari itu, kegiatan masak memasak dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Kami memaksimalkan waktu istirahat. Hilang sudah rutinitas bangun pagi untuk menyiapkan bekal karena toh anak kami juga tidak masuk sekolah. Lagipula, badan rasanya makin tidak karuan sejak suamiku akhirnya tumbang juga yang menyebabkan kami sama-sama susah tidur malam!
Rutinitas Normal Keluarga Kami
Kondisi normal kegiatan harian keluarga kami kurang lebih tampak seperti ini:
Pagi yang Sibuk
Sejak pukul 7 pagi aku menyiapkan bekal sekolah, membangunkan anak pertama, menyiapkan sarapan, dan menyiapkan segala printilannya. Pukul 8:45 aku mengantar anakku ke tempat penjemputan bus sekolah.
Balik ke apartemen, aku menyiapkan bekal suami lalu mengantarnya ke kantor. Kira-kira jam 11:30 aku baru kembali ke apartemen untuk rutinitas pribadi.
Siang untuk Belajar
Setidaknya ada tiga kegiatan besar yang dilakukan selama siang hingga sore, yaitu kegiatan belajar anak kedua, me-time untukku, dan kegiatan memasak untuk makan malam.
Kegiatan Belajar Mandiri untuk Si Kecil
Pada usianya yang kini menginjak 4,5 tahun, anakku masih belum masuk sekolah. Untuk usia 4 tahunan, anakku sebetulnya sudah bisa masuk Pre-Kindergarten. Masalahnya, untuk bukan keluarga low income, SPP bulanannya $1300an. Bagi kami, bayar Rp 20 juta perbulan buat preschool itu tidak masuk akal. Jadi, kami akan tunggu usia anak kami sampai dibolehkan masuk Kindergaten, barulah ia disekolahkan karena TK di sini gratis.
Untuk mengasah kemampuan berpikirnya, kami mengajarkan sendiri anak kedua kami. Untuk kemampuan membaca, aku mengajarkannya word families yang aku cetak sendiri. Selain itu, aku mengajarkan anakku baca Iqra.
Beres belajar, yang biasanya gak sampai setengah jam, anakku pasti langsung minta reward. Kalau nggak Goldfish, berarti main Gran Turismo.
Me-Time/Kegiatan Belajar Mandiri Buatku
Sudah dua bulan terakhir aku meniatkan belajar Bahasa Arab dan mendalami Al-Quran dengan intens. Ada tiga kelas online yang aku ikuti ditambah kegiatan belajar atas inisiatif pribadi. Senin sore ada kelas terjemah Al-Quran perkata. Selasa sore ada kelas memperbaiki bacaan Al-Quran. Meskipun kedua kelas itu dilaksanakan melalui Zoom meeting, aku biasa hadir sambil melakukan hal lainnya, seperti jemput anak sekolah dan masak. (Lho, gak jadi me-time dong, ya?)
Selain dua kelas itu, aku juga mengikuti kegiatan Belajar Bahasa Arab secara online yang cukup santai. Aku cukup menyimak materi 2x seminggu dan mengerjakan quiz online 2x seminggu juga. Untuk menambah kosa kata, aku belajar dari Duolingo dan menghapal surat-surat juz 30 beserta arti perkatanya. Sambil berkegiatan di dapur pun biasanya aku mendengarkan video belajar Bahasa Arab. Intinya, tidak ada waktu terbuang percuma.
Masak Makan Malam
Kegiatan satu ini nggak ribet amat. Cemplang-cemplung bumbu, air, daging terus nyalain pressure cooker. Beres!
Malam untuk Santai
Sekitar jam 7 malam, suamiku bakal nge-SMS minta jemput. Balik ke apartemen, kami bakal makan sambil nonton Youtube. Jam 9 malam udah tidur, deh.
Tantangan untuk Kembali ke Rutinitas Normal
Seminggu berlalu sejak kami sakit. Kami masih lebih memprioritaskan waktu istirahat. Kegiatan belajar mandiri masih terlupakan. Ditambah lagi, jadwal sekolah jadi kacau karena turun salju!
Hadeuh. Aku kira hari Senin, 3 Ferbuari 2025 kemarin jadwal sekolah anakku akan kembali normal. Ternyata, gara-gara turun salju sejak dua hari sebelumnya, waktu sekolah diundur dua jam. Alhasil, aku harus nganter suami ke kantor, balik ke apartemen, nganter anak sampai depan sekolah. Itu pun telat!
Lebih mencengangkan lagi, hari Selasa kemarin dan Rabu ini, sekolah diliburkan. Jeng-jeng! Heran, deh. Salju yang turun gak seheboh di Chicago dulu, tapi sekolah langsung tutup. Katanya sih gara-gara jalannya jadi licin. Maklum, kontur jalan di sini naik-turun kayak roller coaster. (Nasib hidup di bukit)
Penutup
Aku pernah ikut sebuah grup saling support istiqomah ibadah tahajud. Walaupun judulnya cuma satu ibadah, tapi anggota grup dituntut untuk menjalankan sejumlah ibadah harian. Catatan pelaksanaan ibadahnya pun detail, mulai dari bangun jam berapa, tidur malam jam berapa, hingga solatnya tepat waktu apa tidak. Kalau catatan pelaksanaan itu sudah disetor di grup, nanti pembimbing di grup akan memberi "komentar penyemangat".
"Dilatih lagi bangun paginya, ya!"
"Jangan tidur kemalaman."
"Dijaga kebiasaannya, ya. Soalnya rutinitas itu baru terbentuk kalau dilakukan setiap hari selama 40 hari."
"Meskipun lagi batal solat, harus tetep bangun sebelum subuh, ya! Biar gak hilang rutinitasnya."
Aku, yang mulanya semangat, malah jadi ciut. Buat jaga rutinitas harus seberat ini usahanya?
Ternyata, emang iya. Aku baru ngerasain sendiri. Setengah tahun punya rutinitas yang sama setiap paginya, hanya dengan sakit beberapa hari, rasanya susah banget buat balik ke rutinitas semula. Kayak masih males buat bangun pagi buat bikin sarapan. Apalagi buat mulai kegiatan belajar mandiri lagi, energi aktivasinya syusah buat ditaklukkan~
Solusinya, aku coba buat jadwal harian yang baru tanpa ekspektasi tinggi. Soalnya, kalau mengejar kesempurnaan pelaksanaan rutinitas, bisa-bisa berhenti di tengah jalan *lagi*. Apakah Mamah juga punya cerita atau tips untuk kembali ke rutinitas yang pernah terhenti?
Tulisan ini disetorkan untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog.
Semoga Allah berikan kesehatan untuk teh Ilma dan keluarga. Benar sekali, kerasa ya kalau rutinitas ter-skip, baliknya lagi butuh perjuangan.
BalasHapusSalam semangat ...
Aku penasaran dgn kelas terjemah Al-Quran perkata nya Teh.. hehe.. bolehkah dispill belajar dmn..
BalasHapus- bunga, mgn newbie -
Kelas-kelas online memang memudahkan ya, cuma kalau grup-grup besar itu cukup menyita perhatian. Kadang harus manjat puluhan atau ratusan chat kalau nggak selalu mantau hp. Ya sadar diri juga sih kalau untuk berkegiatan luar, waktu dan hal lainnya kurang mendukung. Jadi maunya apa aku ini? Haha
BalasHapusWajar, susah kembali ke ritme semula sesudah ada gangguan. Nikmati saja prosesnya. Tetap semangaaattt 🤗
BalasHapus