Ilma Hidayati Purnomo

Motif Sandang Punya Cerita

Apakah Teman-teman punya baju bermotif unik di lemari? Apakah teman-teman tahu cerita di balik desainnya atau pembuatannya? Mungkin, sebagian besar dari kita hanya membeli baju bermotif tersebut karena terlihat bagus saat terpajang di toko baju. Namun, kita tidak pernah tahu kisah di baliknya.

Kali ini, saya akan membagikan kisah motif sandang yang punya cerita unik. Saking uniknya, teman-teman tidak bisa "membeli" produk-produk fashion ini. Pilihannya hanya dua: mengadopsi atau mendesain motifnya sendiri menggunakan bagian-bagian tanaman. Inilah produk-produk fashion yang menjadi bagian dari budaya Indonesia dan ramah lingkungan.

Kain Tenun Asal Suku Dayak Iban

Jumat, 28 Februari 2025 lalu, saya berkesempatan mengikuti online gathering Eco Blogger Squad yang menghadirkan Kak Margaretha Mala, perempuan dari Suku Dayak Iban yang tinggal di Dusun Sadap, Desa Menua Sadap, Kab. Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Kak Margaretha merupakan ketua Komunitas Tenun Endo Segadok yang berupaya menghidupkan kembali praktik tenun dengan memadukan tradisi dan upaya konservasi.

Tenun dalam Pusaran Kehidupan Suku Dayak Iban

Kegiatan menenun adalah tradisi nenek moyang Suku Dayak Iban yang sudah diwariskan secara turun temurun. Kegiatan ini dilakukan di rumah betang (rumah panjang/rumah adat Suku Dayak) oleh para perempuan Suku Dayak Iban. Hasil tenun digunakan dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan fase kehidupan manusia (kelahiran, pernikahan, dan kematian), upacara adat khas Dayak, dan identitas kekerabatan (sebagai penanda bagi anak atau keluarga yang memiliki hak warisan).

Proses Membuat Kain Tenun

Membuat Pewarna Alami

Benang yang akan ditenun diwarna oleh pewarna yang berasal dari alam, contohnya renggat padi, mengkudu, dan engkerebai. Proses pembuatan warna biru dari renggat padi dimulai dengan perendaman daun dan ranting renggat padi selama 24 jam. Lalu, kapur sirih/kapur gamping ditambahkan ke air rendaman untuk membuat warna semakin pekat. Selanjutnya, cairan warna digayung dan dituangkan secara terus menerus untuk meratakan warna. Terakhir, endapan warna/pasta warna bisa digunakan untuk proses mewarnai benang.

Mewarnai Benang

Benang yang berbahan katun direndam menggunakan detergen untuk menghilangkan bakteri. Kemudian, benang direndam dalam cairan pewarna. Terakhir, benang di keringkan dengan cara digantung dan diangin-anginkan (tidak dijemur di bawah sinar matahari), terutama untuk benang berwarna biru yang cenderung sensitif terhadap cahaya (warnanya bisa memudar).

Nakar/Perminyakan

Benang yang sudah diwarnai (kecuali yang berwarna biru) akan melalui proses perminyakan, yaitu proses pemberian protein pada benang supaya warna benang lebih kuat dan tahan lama. Bahan yang digunakan bisa berupa lemak hewani (labi-labi, ular, ayam, atau ikan), lemak nabati (kemiri, buah kelapa busuk, kelampai, jelemuk, atau kedondong), biji-bijian, atau bunga-bungaan.

Apabila nantinya benang akan ditenun dengan motif yang sakral, maka proses perminyakan akan dilakukan dalam ritual nakar, sebagai bentuk permohonan restu kepada penenun pendahulu. Pada ritual nakar, terdapat sejumlah pantangan dan hal yang harus diperhatikan, seperti tidak boleh dilakukan saat ada orang yang meninggal (bisa mengakibatkan benang tenun rapuh dan mudah putus), pencampur ramuan untuk nakar adalah wanita yang sudah beruban (di atas 60 tahun), wanita hamil atau yang sedang haid tidak boleh ikut serta dalam ritual, serta benang yang sudah melalui ritual nakar harus disimpan di dalam rumah betang dan dijaga sepanjang malam.
Sebagai warga Suku Dayak Iban Asli, Kak Margaretha belum pernah melihat prosesi nakar. Beliau bertanya kepada sesepuh di dusun apakah masih memungkinkan untuk menggelar ritual nakar. Ternyata, masih mungkin, asalkan ada izin dari tetua. Ada seorang nenek dari desa tetangga yang masih mengingat dengan jelas tata cara dan bahan-bahan prosesi nakar. Kak Margaretha mengajak komunitas untuk menggelar prosesi nakar yang diketuai oleh nenek dari desa tetangga. Dari pengakuan nenek tersebut, ritual nakar terakhir kali dilakukan 30 tahun yang lalu!

Proses Menenun Benang

Benang yang sudah kering akan digulung menggunakan alat yang bernama penabo untuk mengawali proses menenun. Benang-benang akan digulung hingga berbentuk bola-bola benang. Kemudian, pada alat tenun, benang-benang akan dipasang sejajar. Kedua ujung benang ini diikat pada alat tenun sehingga benang-benang ini tidak akan bergerak. Selanjutnya, benang-benang akan ditenun dengan dikaitkan atau dianyam mengikuti motif yang sudah didesain.

Motif-motif Tenun Suku Dayak Iban

Motif tenun Suku Iban secara umum dibagi dua: sakral (sakral pusaka dan sakral khusus) serta umum. Tingkat kesakralan sebuah motif berhubungan dengan adanya syarat ataupun pantangan. Untuk motif umum, seperti motif flora bernama Akar, tidak terdapat pantangan dalam pembuatannya. Untuk motif sakral khusus, mulai ada syarat seperti motif Junan yang tidak boleh ditangguhkan saat sedang ditenun. Sedangkan untuk motif sakral pusaka, seperti motif buaya, harus ditemani motif umpan (ayam, ikan, atau katak) dan kain hasil tenun tidak boleh dipotong karena bisa mengakibatkan penyakit bagi penenun maupun pemakainya.

Upaya Konservasi Alam dan Budaya Terkait Tenun Iban

Masyarakat Suku Dayak Iban masih bergantung pada lahan hutan adat di sekitar rumah betang. Mereka berburu, meramu, dan mencari kebutuhan lainnya di hutan. Beberapa pewarna alam untuk kebutuhan tenun juga didapatkan dari hutan.

Pemanfaatan dan pengelolaan hutan diatur secara adat supaya sumber daya alam di dalam hutan tetap terjaga dan terpelihara. Salah satu upaya konservasi alam dan pelestarian tumbuhan pewarna alam adalah dengan menyediakan satu lahan khusus untuk ditanami tanaman pewarna. Tanaman ini dipanen secara lestari (sesuai kebutuhan). Lahan ini juga harus ditanami kembali dan dibersihkan dari gulma.

Dalam sisi pelestarian budaya, Kak Margaretha bercerita betapa anak muda kini mulai kehilangan minat dalam menenun. Itu sebabnya Kak Margaretha merasa terpanggil untuk menghidupkan kembali tradisi menenun dengan belajar dari para tetua dan mengajarkannya kepada anak muda.

Ingin Bantu Suku Dayak Iban Menjaga Budaya Tenun? 

Banyak yang bisa kita lakukan untuk membantu upaya konservasi budaya tenun. Pertama, kita bisa menyebarkan informasi Tenun Iban, seperti yang saya lakukan dalam artikel ini. 

Kedua, kita bisa ikut belajar Tenun Iban dari Komunitas Tenun Endo Segadok. Terdapat paket tur sehari yang bisa teman-teman ikuti. Silakan menghubungi Kak Margaretha Mala di nomor HP/WA 081253492464.

Terakhir, kita bisa juga "mengadopsi" kain tenun Suku Dayak Iban. Kita tidak menggunakan kata "membeli" untuk memiliki kain tenun ini karena kain tenun ini tidak bisa hanya dipertukarkan dengan sejumlah nominal uang. Orang yang mengadopsi kain tenun ini juga harus ikut menjaga seluruh aspek budaya dan spiritual yang melekat pada kain tenun. Ia haruslah paham bagaimana cara memperlakukan kain tenun ini supaya tidak menyebabkan malapetaka akibat melalaikan pantangan. 

Ecoprinting: Menciptakan Kreasi Sandang Bernilai Seni

Sesuai dengan tema online gathering Eco Blogger Squad Jumat lalu, yaitu, Fashion Reimagined: Up-cycling Waste into Wearable Art, saya berkesempatan berjumpa online dengan Founder Studio Cinta Bumi Artisans, Kak Novieta Tourisia. Di studio yang akan berusia 10 tahun ini, teman-teman bisa belajar tentang kain, serat, dan pewarna alami. Bahkan, dalam perjumpaan online ini, peserta Eco Blogger Squad mendapat kit Ecoprinting dan tutorialnya secara live!

Mengenal Cinta Bumi Artisans

Studi Cinta Bumi Artisans mengusung tiga nilai, yaitu kearifan leluhur, keterampilan berkriya, dan kreatifitas berkesadaran. Kegiatan studio ini berfokus pada edukasi dan penciptaan karya.

Kegiatan edukasi di studio ini antara lain workshop sandang berpewarna alami, mengembangkan kebun pewarna alami, dan penulisan buku. Kak Novi bercerita bahwa ia dan timnya sedang menulis buku cerita anak-anak terntang pelestarian kain kulit kayu di Lembah Bada, Sulawesi Tengah. Ternyata, kain kulit kayu adalah bahan pakaian tertua di indonesia, sebelum katun masuk ke Indonesia lewat perdagangan.

Kegiatan penciptaan karya dilakukan dalam skala kecil dan secara ramah lingkungan. Prosesnya dimulai dengan mengumpulkan material yang ada di sekitar kita. Lalu, membuat desain. Selanjutnya, mewarnai dengan pewarna alami. Setelah diwarnai, material itu disusun untuk menjadi produk fashion. Terakhir, mencari "rumah baru" untuk produk. Kak Novi tidak menggunakan istilah dijual karena produk fashion ini juga tidak cukup untuk dipertukarkan dengan sejumlah nominal uang.

Praktik Fashion Berkelanjutan yang Ramah Lingkungan

Kak Novi menjelaskan usaha apa saja yang bisa kita lakukan untuk melakukan praktik fashion berkelanjutan. Pertama, kita gunakan pakaian yang sudah ada di lemari. Kita bisa mix-and-match antara atasan dan bawahan yang sebelumnya belum pernah kita gabungkan.

Kedua, upcycle. Seperti yang dilakukan Kak Novi di studionya, kita bisa menyulap potongan kain yang sebelumnya tidak digunakan menjadi barang baru, seperti baju, tas, dan tempat make up

Ketiga, repurposed. Kita bisa menggunakan bahan pakaian bekas seperti bekas gorden dijadikan taplak meja dan semisalnya.

Keempat, menggunakan bahan pewarna alami dan dimanfaatkan secara etis. Kita bisa menggunakan berbagai tanaman untuk mewarnai kain dengan penggunaan yang yang tidak berlebihan. Lalu, kita juga turut aktif dalam menanam kembali tanaman yang sudah digunakan.

Terakhir, recycled. Berbeda dengan upcycle yang bisa kita lakukan tanpa alat khusus, recycle mungkin memerlukan penanganan dengan alat khusus. Contohnya, kertas recycle yang harus melewati proses kimiawi dan memerlukan alat khusus.

Ecoprinting: Teknik Menciptakan Motif Sandang dengan Tanaman

Pertemuan online kali ini ditutup dengan tutorial ecoprinting, yaitu menciptakan motif sandang dengan tanaman. Prosesnya cukup unik yaitu dengan menyusun bahan tanaman (daun, serutan kayu, maupun bunga) pada kain yang sudah di-treatment. Lalu, kain tersebut digulung dan diikat erat pada gulungan kayu. Kain ini kemudian direbus atau di kukus selama 2 jam. Hasilnya ternyata cantik sekali. Nah, karena kita sendiri yang menyusun motifnya, kita bisa memberi nama, menceritakan latar belakang motif ini, dan produk fashion ini pun jadi punya kesan mendalam untuk diri sendiri.

Penutup

Kain tenun dan kain hasil ecoprinting adalah dua contoh sandang bermotif yang punya segudang cerita. Mulai dari tradisi yang hampir hilang, hingga usaha fashion keberlanjutan untuk masa depan. Kedua sandang ini mengusung hal yang sama, bahwa kita perlu menghargai proses pembuatannya dan menerima produk fashion beserta seluruh aspek yang melekat padanya. Inilah dua produk fashion yang unik dan luar biasa!

Sumber:
https://www.greeners.co/berita/perempuan-iban-jaga-tradisi-tenun-di-tengah-rusaknya-hutan-kalimantan/

Yulandari dan Rifki Sungkar. 2024. Tenun Iban Dusun Sadap Kapuas Hulu-Kalimantan Barat. Kalimantan: TFCA Kalimantan. https://tfcakalimantan.org/wp-content/uploads/2024/04/Buku-Tenun-Sadap-Rev-04-03-2024-PREVIEW.pdf

Ariyana, Salmiyah, dkk. 2018. Konservasi di Balik Motif Tenun Dayak Iban Kapuas Hulu-Kalimantan Barat. Kalimantan: Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI). https://asppuk.or.id/2021/05/konservasi-di-balik-motif-tenun-dayak-iban-kapuas-hulu-kalimantan-barat/
Ilma Purnomo (Mama Razin)
Ibu rumah tangga yang kadang belajar hal baru, menulis, memasak, atau ngajar anak. Saat ini tinggal di Seattle, Amerika Serikat.

Related Posts

10 komentar

  1. aku ngebayangin, mereka mencari bahan untuk emmbuat kain saja harus bergantung pada hutan. Jika hutan disalah gunakan, ya rab, apa jadinya. Belajar dari suku dayak, mereka begitu menghargai kekayaan alam yang dimiliki. Seharusnya, kita mengikuti jejaknya ya. Bukan serakah dan menyalahgunakan hutan untuk kepentingan pribadi. So far, artikelnya bagus mbak. Banyak informasi baru yang baru aku tahu

    BalasHapus
  2. Waah keren sekali, saya tertarik dengan motif2 kain nusantara. Belum pernah punya motif sandang sih. Apalagi ini disandingkan dengan ecoprinting ya

    BalasHapus
  3. Melestarikan kain tradisional dari warisan budaya leluhur, salut banget nih. Ternyata proses pembuatannya kain Iban dilakukan dengan prosesi nakar. Membaca artikel ini jadi menambah wawasan saya tentang kain tradisional dan proses pembuatannya. Terima kasih kak sharingnya.

    BalasHapus
  4. Ya ampun keren banget yaaa, motif yang cantik selama ini menyimpan banyak warisan budaya dan proses pembuatan yang juga unik dan tidak mudah. Dengan teknik Ecoprinting, memanfaatkan tanaman sebagai bahannya hingga menjadi karya yang sangat indah.

    BalasHapus
  5. Kita jadi banyak belajar ya bagaimana sebuah karya itu tercipta dengan ceritanya.. Hebat orang orang-orang yang bisa menghargai karya.

    BalasHapus
  6. Baru tahu istilah yang digunakan "mengadopsi", alih-alih "membeli". Demi mengetahui proses pembuatannya yang panjang dan rumit memang sudah selayaknya orang yang nantinya "merawat" kain tenun tersebut tidaklah boleh sembarangan.

    BalasHapus
  7. Wow ternyata prosesnya panjang dan sakral ya. Selain itu ada pantangan untuk penenunnya. Luar biasa budaya Indonesia ini ya

    BalasHapus
  8. Ternyata untuk bisa merawat budidaya kain tenun ini tidak harus Dateng ya, bisa melalui online juga. Ya salah satunya sharing budidaya ini.
    Sungguh luar biasa perjuangan mereka yang masih terus melestarikan budaya indonesia

    BalasHapus
  9. Salut dengan sosok seperti Kak Margaretha yang mempunyai semangat untuk mengenalkan kain tenun khas dari suku Dayak Iban dan prosesnya memang luar biasa, ya, sehingga sangat layak diadopsi untuk mengapreasi effort mereka

    BalasHapus
  10. Memang sudah seharusnya, sistem eco printing seperti ini tetap dilestarikan hingga ke anak cucu.

    BalasHapus

Posting Komentar